Monday, May 20, 2013

yang Mempengaruhi Cuaca di Bumi

Deas Achmad Rivai (BMKG, Stasiun Meteorologi Pangkalpinang Bangka) Keadaan udara atau atmosfer di suatu tempat pada suatu saat atau waktu (jam, hari, minggu, bulan, ... dan seterusnya). Dengan definisi tersebut kita dapat mengatakan, misalnya cuaca saat ini, cuaca jam 12, cuaca hari Minggu, cuaca tanggal 17 Agustus, cuaca minggu ini, cuaca bulan September, dst.) (Wirjohamidjojo:2009). Beberapa unsur cuaca ini akan berinteraksi satu dengan yang lainnya yang pada hasil akhirnya menghasilkan hujan. Unsur-unsur tersebut dijelaskan di bawah ini. Radiasi Matahari Radiasi yang dipancarkan matahari walaupun hanya sebagian kecil yang diterima permukaan bumi merupakan sumber energi utama untuk proses-proses fisika atmosfer. Proses-proses fisika atmosfer tersebut menentukan keadaan cuaca dan iklim. Udara timbul karena adanya radiasi panas matahari yang diterima bumi. Tingkat penerimaan panas oleh bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (Sarjani: 2004)

  1. Sudut datang sinar matahari, yaitu sudut yang dibentuk oleh permukaan bumi dengan arah datangnya sinar matahari. Makin kecil sudut datang sinar matahari, semakin sedikit panas yang diterima oleh bumi dibandingkan sudut yang datangnya tegak lurus.
  2. Lama waktu penyinaran matahari, makin lama matahari bersinar, semakin banyak panas yang diterima bumi.
  3. Keadaan muka bumi (daratan dan lautan), daratan cepat menerima panas dan cepat pula melepaskannya, sedangkan sifat lautan kebalikan dari sifat daratan.
  4. Banyak sedikitnya awan, ketebalan awan mempengaruhi panas yang diterima bumi. Makin banyak atau makin tebal awan, semakin sedikit panas yang diterima bumi.
Penerimaan radiasi di bumi sangat bervariasi menurut tempat dan waktu. Menurut tempat disebabkan perbedaan lintang dan dalam skala mikro arah lereng sangat menentukan jumlah radiasi yang diterima. Menurut waktu perbedaan radiasi terjadi dalam sehari, maupun secara musiman. Suhu Udara Suhu atau temperatur udara adalah derajat panas dari aktivitas molekul dalam atmosfer. Secara fisis suhu didefinisikan sebagai tingkat gerakan yang berasal dari molekul benda, makin cepat gerakan molekulnya, makin tinggi suhunya. Suhu dapat pula didefinisikan sebagai tingkat panas suatu benda. Panas bergerak dari sebuah benda yang mempunyai suhu tinggi ke benda dengan suhu rendah (Tjasjono:1999). Benda dingin berarti suhu rendah, sementara berbagai tingkat suhu yang lebih tinggi disebut sebagai hangat atau panas. Alat untuk mengukur suhu udara atau derajat panas adalah termometer. Pengukuran biasa dinyatakan dalam skala Celsius (C), Reamur (R), dan Fahrenheit (F).. Selain itu, dalam meteorologi dikenal adanya pengukuran suhu maksimum (termometer maksimum), suhu rata-rata (termometer bola basah dan bola kering), dan suhu minimum (termometer minimum). Suhu di permukaan bumi makin rendah dengan bertambahnya lintang dan juga makin rendah dengan bertambahnya ketinggian. Rata-rata penurunan suhu udara menurut ketinggian di Indonesia sekitar 5 – 60o C/1000 m. Selain itu variasi menurut tempat juga dipengaruhi oleh posisi daerah terhadap daratan dan lautan serta keadaan unsur iklim. Di daerah tropika fluktuasi rata-rata suhu harian relatif kecil sepanjang tahun. Tekanan Udara Udara di atmosfer terdari dari sejumlah gas. Gas-gas ini menekan ke bawah di permukaan bumi, memberikan kekuatan yang kita sebut tekanan atmosfer atau tekanan udara. Tekanan udara bervariasi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Makin tinggi suatu tempat, makin rendah tekanan udaranya. Tekanan udara pun bervariasi dari waktu kewaktu. Variasi ini umumnya disebabkan oleh suhu udara.Udara dingin lebih berat dari pada udara hangat. Pada saat tekanan udara tinggi cuaca biasanya kering dan cerah. Sebaliknya, saat udara naik menyebabkan terjadi daerah tekanan rendah, cuaca biasanya basah dan berawan. Perubahan tekanan udara diukur dengan alat yang disebut barometer. Satuannya adalah milibar(mb). Tempat-tempat yang sama tekanannya dihubungkan dengan garis yang disebut isobar. Perubahan tekanan udara membuat angin bertiup membawa massa udara. Udara biasanya bergerak dari daerah bertekanan tinggi kedaerah bertekanan rendah, dan ini menghasilkan angin. Angin Angin adalah udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan juga karena adanya perbedaan tekanan udara disekitarnya. Angin bergerak dari tempat bertekanan udara tinggi ke tempat bertekanan udara rendah. Angin diberi nama dari mana ia bertiup, misalnya angin timur artinya angin yang bertiup dari timur, angin selatan adalah angin yang bertiup dari selatan. Angin mempunyai arah dan kecepatan. Arah angin dinyatakan dengan satuan derajat atau 0dalam arah mata angin, misalnya angin timuran adalah 90 dan kecepatannya dinyatakan dalam m/detik, km/jam, atau knot. Kelembaban Udara Kelembaban udara adalah kandungan uap air di udara yang terdiri dari kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif), maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air persatuan volume, kelembaban relatif adalah membandungkan kandungan tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya. Kelembaban udara umumnya lebih tinggi pada malam hari. Kelembaban rata-rata harian atau bulanan di daerah tropika basah seperti Indonesia relatif tetap umumnya RH > 60 persen. Kelembaban udara diukur menggunakan higrometer. yang menggunakan rambut sebagai sensornya. Awan Secara umum, awan terbentuk ketika udara naik mencapai titik embun, suhu dimana udara menjadi jenuh. Dengan adanya inti kondensasi seperti debu, es, dan garam, uap air biasanya mulai mengembun untuk membentuk awan. Ada beberapa mekanisme untuk pendinginan udara, yaitu pendinginan adiabatik dan pendinginan karena dipaksa naik melalui penghalang fisik seperti gunung (pengangkatan orografis). Di daerah tropis umumnya proses kondensasi dan pembentukan awan dapat terjadi 0pada suhu tinggi (>0o C) melalui pengangkatan udara atau konveksi yang diakibatkan oleh pemanasan yang kuat. Secara singkat proses kondensasi dalam pembentukan awan adalah sebagai berikut :
  1. Udara yang bergerak ke atas akan mengalami pendinginan secara adiabatik sehingga kelembaban nisbinya (RH) akan bertambah.
  2. Tetes air kemudian mulai tumbuh menjadi awan pada saat RH mendekati 100 persen.
  3. Tetes air yang terbentuk umumnya mempunyai jari-jari 5 – 10 mm.
Tetes awan yang terbentuk umumnya mempunyai jari-jari 5 – 20 mm. Tetes dengan ukuran ini akan jatuh dengan kecepatan 0,01 – 5 cm/s sedang kecepatan aliran udara ke atas jauh lebih besar sehingga tetes awan tersebut tidak akan jatuh ke bumi. Bahkan jika kelembaban udara kurang dari 90 persen maka tetes tersebut akan menguap. Untuk dapat jatuh ke bumi tanpa menguap maka diperlukan suatu tetes yang lebih besar yaitu sekitar 1 mm (1000 mm), karena hanya dengan ukuran demikian tetes tersebut dapat mengalahkan gerakan udara ke atas (Neiburger, et. al., 1995) Hujan Hasil akhir dari perpaduan unsur-unsur cuaca adalah hujan. Suatu kejadian hujan biasanya disebabkan bukan hanya karena satu tipe gerakan udara, melainkan oleh gabungan dari beberapa tipe gerakan udara. Ada dua tipe utama dan tipe penting sumber curah hujan di Indonesia. Tipe utama terdiri dari curah hujan konveksional dan curah hujan orografik. Sedangkan tipe penting berkaitan dengan curah hujansiklonik di sekitar perairan Indonesia dan curah hujan konvergensi oleh zona konvergensi intertropis yang bergerak ke selatan dan ke utara ekuator mengikuti migrasi tahunan matahari. Untuk area ekuator seperti Pontianak, distribusi untuk curah hujan bulanan menunjukkan maksimal ganda, penyebabnya adalah area ekuator mengalami dua kali ekinoks yaitu pada tanggal 21 Maret dan 23 September (Bayong Tjasyono dan Musa, 2000). Ketika terjadi ekinoks, area ekuator mendapat insolasi maksimum dan semakin berkurang ke arah lintang tinggi. Penyebab curah hujan konveksional adalah gaya apung konveksi akibat pemanasan permukaan bumi oleh radiasi matahari. Hujan konveksional berasal dari awan konvektif yang mempunyai radius antara 2 dan 10 km atau mempunyai skala luas antara 10 dan 2300 km , sehingga hujan konveksional mempunyai variabilitas yang besar (Oshawa et al, 2001). Awan konvektif merupakan penyebab dari hujan lebat, batu es, dan petir. Penyebab curah hujan orografik adalah kondensasi dan pembentukan awan dari udara lembap yang dipaksa naik oleh barisan pegunungan. Di Indonesia, pembentukan curah hujan sering didorong oleh proses konvektif (Mc.Gregor and Nieuwoli, 1998; Bayong Tjasyono, 1982). Untuk pegunungan didaerah monsun, maka distribusi geografik curah hujan orografik dapat berubah dengan tegas karena lerengnya berada di atas angin (windward slopes) pada musim yang stu, menjadi lereng di baawah angin (leeward sides) pada musim yang lain. Penyebab curah hujan siklonik adalah sirkulasi dengan pusat tekanan rendah yang 0mempunyai vortisitas maksimum. Siklon tropis menguat pada lintang 10 dimana gaya Coriolis minimal telah dilewati. Di daerah ekuatorial, hujan siklonik dapat terjadi karena vorteks siklonik. Baik siklon maupun vorteks mempunyai vortisitas dan menurut dinamika atmosfer, vortisitas siklonik berkaitan dengan divergensi negatif atau konvergensi massa udara lembap yang berarti terjadi akumulasi uap air. Berdasarkan jenisnya, di Indonesia dikenal hujan monsun, hujan ekuatorial dan hujan sepanjang tahun. Hujan monsun terjadi pada daerah–daerah yang dipengaruhi angin muson. Hujan ini mempunyai satu puncak, umumnya terjadi pada bulan Januari dan Februari. Hujan ekuatorial terjadi pada daerah-daerah yang dipengaruhi oleh gerak semu matahari. Hujan ini mempunyai dua puncak. Curah hujan rata-rata tahunan sangat bervariasi menurut tempat. Di gurun penerimaan hujan tahunan berkisar dari 70 mm sementara di beberapa daerah tropika basah curah hujan dapat melebihi 4000 mm pertahun. Daftar Pustaka
  • Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2011. Modul sosialisasi meteorology klimatologi dan geofisika sekolah lanjutan tingkat atas. Ciputat. Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah II
  • Bayong Tjasyono HK. 1982. "Orographic Effect on the Rainfall over Java in the Southest Monsoon Period". Proc. of the International Converence on the Scientific Result of the Monsoon Experiment, WMO, BMG, Denpasar, Bali
  • ............................ 1999. Klimatologi Umum. Bandung : Penerbit ITB.
  • Bayong Tjasyono HK, Ina Juaeni, dan Sri Woro B. Harijono. 2006. Proses Meteorologis bencana banjir di Indonesia, (online). (http.file.upi.edu, diakses tanggal 21 April 2013)
  • Bayong Tjasyono HK, and Musa A. M. 2000. "Seasonal rainfall variation over monsoonal areas". JTM, 7, 215-221
  • Hamdani, A Faruq. 2010. Tingkat kenyamanan pemukiman berdasarkan kajian iklim mikro. (online). (sman2mojokerto.com. diakses tanggal 25 April 2013)
  • Neiburger, M, James G.E dan William D.B 1995. Memahami Lingkungan Atmosfer kita. ITB. 409
  • Oshawa T., H. Ueda, T. Hayasi, A. Watanabe, J. Matsumoto. 2001. "Diurnal Variation of Convective Active and Rainfall in Tropical Asia". J. Meteor. Soc. Japan, 79, 333-352
  • Sarjani. 2004. Cuaca dan Iklim. (Online), (http//google./cuaca dan iklim.html, diakses 25 April 2013).
  • Wilks, Daniel S. 1995. Statistical Methods in the Atmospheric Sciences, An Introduction. Academic Press Inc.
  • Wirjohamidjojo, Soerjadi. 2009. Cuaca, kamus istilah meteorologi (online), (http.pustakacuaca.blogspot.com, diakses tanggal 25 April 2013)
  • ................................ 2013. Cuaca, kamus istilah meteorologi (online), (http.pustakacuaca.blogspot.com, diakses tanggal 21 April 2013)
Artikel Terkait

0 komentar:

Post a Comment